my city identity

May 10, 2008

daftar pustaka good city form

Filed under: good city form — dayutiwi @ 2:55 pm
Tags: , ,

Daftar Pustaka

Danes, Popo, Arsitektur Bali, Dari Kosmik ke Modern, dalam Bali dalam Dua Dunia, Matamerabook, Bali : 2002

Lynch, Kevin, Good City Form, Massachusetts Institute of Technology, Massachusetts : 2000

www.denpasar.go.id

www.badung.go.id

www.bali.go.id

foto dan peta diambil dari www.denpasar.go.id

www.bali.go.id

dan Rama Surya dalam buku Bali dalam Dua Dunia

tabel kesimpulan good city form

Filed under: good city form — dayutiwi @ 2:54 pm
Tags:

Selanjutnya, dalam tabel di bawah ini Kevin Lynch menyebutkan tentang beberapa variasi hipotetis dalam pencapaian dan evaluasi kelima dimensi tersebut, dalam hubungannya dengan variasi dalam situasi sosial.

Keadaan Masyarakat

Vitalitas

(Vitality)

Kepekaan

(Sense)

Kelayakan

(Fit)

Akses

(Access)

Kontrol

(Control)

Kaya Penting bagi keduanya Secara umum lebih dihargai Lebih gampang untuk dicapai tapi lebih kompleks; kelayakan di masa depan bukan hal yang kritis Ada alternatif;keragaman dihargai Penting bagi keduanya
Miskin Lebih kritis dimana pendapatan rendah Arti simbolik tetap dihargai walaupun miskin Lebih sederhana tapi sangat kritis Penting, terutama akses menuju sumber daya dasar
Homogen Penting bagi keduanya Lebih gampang dicapai Lebih gampang dicapai Tidak begitu penting? Tidak begitu penting?
Heterogen Lebih sulit, tapi lebih kaya Lebih kompleks Penting, untuk menghindari pengasingan Penting
Stabil Lebih mudah diwujudkan Lebih mudah dicapai Lebih mudah dicapai Tidak begitu penting Tidak begitu penting
Tidak stabil Lebih sulit pemeliharaannya Lebih sulit Kelayakan saat ini lebih sulit pemeliharaannya,; kelayakan di masa depan penting untuk daya tahan Pentinguntuk daya tahan penting
Terpusat (centralized) Lebih mudah diwujudkan melalui standar dan pengetahuan teknis Digunakan untuk mengekspresikan dan mendukung pendominasian Lebih kecil kemungkinan untuk dicapai; adaptabilitas formal dihargai Memerlukan kontrol Kontrol lokal ditekan
Tidak terpusat (decentralized) Lebih sulit dicapai kecuali melalui kebiasaan yang stabil dan pengetahuan yang meluas Mengekspresikan keberagaman Lebih besar kemungkinan untuk dicapai; manipulability dihargai Tidak begitu kritis Kontrol lokal lebih disukai

Kesimpulan :

Masyarakat kota Denpasar termasuk relatif kaya, sehingga mementingkan vitalitas, sense, kelayakan, akses, dan kontrol. Ia juga termasuk masyarakat yang relatif homogen, stabil dan tidak terpusat (decentralized).

Sifat-sifat masyarakat seperti itu membuat ada kriteria performa yang lebih menonjol dibanding dengan yang lain. Dalam pengamatan saya, kriteria yang paling menonjol di kota ini adalah sense dan fit.

meta kriteria : efisiensi (eficciency) & keadilan (justice)

Filed under: good city form — dayutiwi @ 2:49 pm
Tags: , , , ,

Meta Kriteria

Selain kelima krietria di atas, Lynch juga menambahkan dua kriteria, yang disebutnya sebagai meta kriteria. Kedua kriteria ini saling bertumpukan (overlaped) dengan kelima kriteria di atas. Artinya, masing-masing dari kelima kriteria di atas harus dapat memenuhi meta kriteria ini. Adapun meta kriteria tersebut adalah :

Efisiensi (Efficiency)

Biaya, dalam bentuk benda-benda lain yang dinilai berharga, menciptakan dan memelihara permukiman, untuk tingkat kemampuan menciptakan lingkungan dengan kualitas seperti disebutkan di atas.

Keadilan (Justice)

Cara dimana biaya dan keuntungan lingkungan menyebar di antara orang-orang, berdasarkan pada prinsip-prinsip tertentu seperti ekuitas, kebutuhan, nilai intrinsik, kemampuan membayar, usaha yang dikeluarkan, kontribusi potensial, atau kekuatan. Keadilan adalah kriteria yang menyeimbangkan keuntungan yang diterima masing-masing orang, sementara efisiensi menyeimbangkan keuntungan antara nilai-nilai yang berbeda.

Meta kriteria tersebut berbeda dari lima kriteria sebelumnya. Pertama, mereka tidak ada artinya sampai biaya dan keuntungan telah didefinisikan dengan menyebutkan nilai-nilai dasar yang penting. Kedua, meta kriteria tersebut terlibat dalam masing-masing dimensi dasar, sehingga mereka independen dari dimensi-dimensi tersebut. Dalam setiap kasus, kita bertanya : (1) Berapa biaya (dalam bentuk apapun yang dianggap berharga) untuk mencapai tingkat vitality, sense, fit, akses, dan kontrol? dan (2) Berapa banyak bagian yang diterima oleh masing-masing orang?

Untuk menjawab pertanyaan tersebut, terdapat beberapa alat yang telah disederhanakan untuk mengukur keadilan, yaitu :

1. Memfokuskan pada pemenuhan kebutuhan paling dasar

2. Memfokuskan pada peraturan ekuiti tentang barang yang kelihatannya menjadi kunci untuk memiliki barang lain

3. Memfokuskan pada kelompok yang paling buruk keadaannya, dan bersikeras bahwa setiap perubahan yang harus setidak-tidaknya meningkatkan keadaan kelompok tersebut.

Aturan distribusi harus kelihatan adil, karena keadilan terletak pada pikiran. Aturan-aturan harus dibuat sejelas mungkin sehingga dapat dimengerti oleh semua orang; stabil, dapat ditebak, dan berkesinambungan dengan pengalaman sekarang dan di masa lalu.

Kesimpulan Efisiensi dan Keadilan untuk kota Denpasar :

Melihat sarana dan prasarana dasar telah cukup dipenuhi, menurut saya efisiensi dan keadilan di kota ini sudah cukup baik.

pemeriksaan (control)

Filed under: good city form — dayutiwi @ 2:47 pm
Tags: , , , ,

Pemeriksaan (Control)

Pengontrolan diarahkan pada ruang-ruang kegiatan, tempat rekreasi, mana yang perlu diperbaiki atau dimodifikasi. Di samping kontrol pengelolaan terhadap siapa yang menggunakan dan bekerja serta siapa saja yang ada di dalamnya. Dengan kata lain, tingkat dimana kegunaan dan akses kepada ruang dan aktivitas, dan kreasi-kreasi mereka, perbaikan, modifikasi, dan manajemen dikontrol oleh mereka yang menggunakan, bekerja, atau tinggal di lokasi tersebut.

Yang menonjol dan khas dari kota Denpasar, dan di Bali pada umumnya, adalah peran kontrol pemerintah yang cukup ketat dalam mempertahankan konsep arsitektur tradisional. Ini yang tidak saya temukan di tempat-tempat lain.

kelayakan (fit)

Filed under: good city form — dayutiwi @ 2:44 pm
Tags: , , , ,

Kelayakan (Fit)

Definisi kriteria :

Suatu lingkungan yang baik tergantung dari seberapa baik tingkat kecocokan antara tindakan/aksi sehari-hari, baik disengaja maupun tidak pada satu sisi, dengan bentuk fisik lingkungan di sisi lain.

Cara mencapai kriteria :

Kriteria ini dapat dicapai dengan memodifikasi tempat, atau tingkah laku, atau kedua-duanya.

Dalam penyelaesaian kasus di lapangan, cara meningkatkan kelayakan:

  • Pemisahan (compartmenting) dalam waktu dan ruang,
  • Kontrol terhadap pengguna
  • Perencanaan yang hati-hati
  • Penyesuaian gelombang (tuning)

Lynch juga menambahkan bahwa terdapat beberapa cara formal untuk mencapai kelayakan, seperti melebihkan kapasitas, akses yang baik, kemandirian antara masing-masing bagian, penggunaan modul, pengurangan biaya recycling. Sedangkan cara-cara tambahan adalah : mencari informasi yang lebih baik dalam pengambilan keputusan, perencanaan yang fleksibel, pengenduran dan pembaharuan pol-pola kontrol.

Cara menganalisis kriteria :

Untuk menganalisis kriteria ini, Lynch menyarankan untuk mengobservasi tingkah laku sebenarnya di suatu lokasi tertentu, ditambah dengan diskusi mengenai masalah dan tujuan dari mereka yang mempergunakan lokasi tersebut. Empati dan mata yang tajam adalah alat analisis yang terbaik, sedangkan pengetahuan yang baik mengenai kebudayaan adalah latar belakang yang diperlukan.

Aspek-aspek yang harus dipertimbangkan dalam pengukuran kriteria:

  • Stabilitas dari setting tingkah laku dalam suatu lokasi adalah hal yang penting. Lingkungan yang bertahan lama menstabilkan ekspektasi kita akan pola tingkah laku yang diharapkan sehingga memperkecil ketidakpastian dan konflik.
  • Konflik antara berbagai aktor harus dipertimbangkan. Kreasi lokasi yang baru dan cocok adalah hal yang menarik, di samping perbaikan setting yang telah ada.
  • Fleksibel, sehingga dapat mengantisipasi perubahan di masa yang akan datang. Ini adalah kriteria yang lebih membingungkan, karena sulit untuk mengukurnya dalam pengukuran umum. Sehingga Lynch mengusulkan dua aturan dasar dalam pengukuran tersebut:
  • Manipulability Tingkat dimana kegunaan dan bentuk dapat diubah dalam batas biaya, waktu, kekuatan dan kontinuitas, tanpa mempersempit potensi untuk perubahan di masa datang.
  • Resilience Atau biaya merestorasi sebuah tempat baik kepada keadaan kosong seperti sebelumnya atau kepada keadaannya saat ini setelah mengalami suatu bencan.

Kedua pengukuran ini mengekspresikan pelestarian dua hal yang akan selalu berharga : kemampuan untuk bereaksi dan kemampuan untuk pulih.

Semua cara tersebut mempunyai biaya masing-masing. Stabilitas dan kemampuan manipulasi dari kelayakan pada tingkat tertentu saling bertentangan satu sama lain, tapi ada cara-cara tertentu untuk mengharmoniskan mereka dalam kasus-kasus nyata. Kita dapat melatih orang untuk mengatasi perubahan, dan pilihan beragam yang mereka suka pada saat itu dapat disediakan sebelumnya. Semua variasi pengukuran kelayakan tersebut dapat dipakai dalam perencanaan, desain, manajemen, kontrol, dan evaluasi.

Beberapa hambatan dalam pengukuran kriteria :

Dalam mengukur pelaksanaan kriteria ini, Lynch memakai kriteria dan metoda analisis secara umum, tetapi harus diingat bahwa masing-masing resep hanya berlaku pada kebudayaaan yang spesifik. Beberapa kesulitan yang terjadi bila menggunakan kriteria ini pada skala permukiman : klasifikasi dan standar yang telah menjadi stereotipe, kelipatan setting tingkah laku, variasi kebudayaan, konflik antar pengguna, dan bias data kuantitatif.

Untuk kasus Kota Denpasar :

Dari pengamatan secara umum saya menyimpulkan bahwa kota ini cukup layak, dilihat dari stabilitas setting yang tidak terlalu cepat mengalami perubahan. Dari segi fleksibilitas, kota ini telah terbukti mampu pulih dari perang melawan Belanda, sehingga di masa datang saya cukup yakin bahwa kota ini akan mampu bertahan, bila disertai dengan kontrol pemerintah.

Aplikasi di bidang politik :

Isu politik akan berkisar antara mana yg lebih penting : kemampuan suatu tempat untuk dapat ditangkap oleh indera manusia (sensibility) dalam hubungannya dengan tujuan lain, dengan siapa yang paling membutuhkannya, serta sampai sejauh mana batas yang harus diberikan. Pluralitas pengguna dalam permukiman besar manapun akan selalu menghasilkan masalah teknis. Maka sensibility lebih mudah dicapai dalam lingkungan permukiman berskala kecil dengan penghuni yang homogen.

kepekaan (sense)

Filed under: good city form — dayutiwi @ 2:39 pm
Tags: , , , ,

Kepekaan (Sense)

Definisi kriteria :

Meliputi bentuk, kualitas dan identitas lingkungan. Hal tersebut dapat dicapai melalui sense of place dengan desain bentuk yang khusus atau suatu kegiatan yang menyentuh hati masyarakat; struktur, suatu rasa yang diciptakan melalui orientasi bentuk-bentuk, landmark, tingkatan tertentu, waktu kejadian, jalan setapak, atau batas pinggiran yang ada.

Maka Lynch menyebutkan sifat dari kriteria ini adalah :

  • Kecocokan (congruence) suatu rangkaian ruang-ruang yang memiliki fungsi yang erat;
  • Transparansi (transparency) segala cara penggunaan teknologi dapat dilakukan secara langsung, baik yang berkaitan dengan kegiatan sosial maupun proses alami.Cara mencapai kriteria :Karena kualitas sense adalah hubungan antara pikiran dan lingkungan fisik, cara mencapainya dapat dibagi dalam 2 cara :
  • merubah bentuk fisik kota
  • merubah konsepsi mental penghuninya

Cara menganalisis kriteria :

Dalam menganalisa sense, kita dapat menganalisa aspek-aspeknya :

1. Secara eksplisit :

  • Identity

Identitas adalah sejauh mana seseorang dapat mengenali suatu tempat sebagai berbeda dari tempat-tempat lain, mempunyai karakter sendiri yang gampang diingat, unik, atau berbeda.

Tempat yang bagus adalah tempat yang dapat diakses oleh semua indera perasa manusia.

Cara pengukuran dan analisis : tes sederhana mengenal, mengingat, dan mendeskripsikan suatu tempat yang ingin kita uji.

Foto di atas adalah identitas kota Denpasar yang sangat melekat dalam pikiran saya. Foto tersebut menggambarkan salah satu sudut Jalan Gajah Mada, yang merupakan jalan protokol di kota ini dengan toko-tokonya yang telah dibangun pada zaman Belanda. Arsitektur pertokoan ini hanya sedikit mengalami perubahan, hanya mengalami penambahan ornbamen pada kolom dan balkonnya. Jalan ini adalah tempat perbelanjaan bagi penduduk lokal, dimana terletak Pasar Badung dan Pasar Kumbasari-pasar tradisional terbesar di kota ini. Bagi saya, inilah citra kota Denpasar yang paling melekat. Bukan citra sebagai kota turis, melainkan kota kecil dengan jajaran tokonya yang kuno.

  • Structure

Arti dalam skala kecil : bagaimana bagian-bagian kecil menyatu membentuk keutuhan bentuk tersebut.

Tes : dengan mensketsa dan membuat peta, deskripsi tentang rute tertentu, wawancara, perkiraan jarak dan arah, dan teknik2 lain.

Arti dalam permukiman skala besar : orientasi, yaitu mengetahui dimana seseorang berada pada saat tertentu, yang mengimplikasikan pengetahuan bagaimana tempat (dan waktu) berhubungan dengan tempat tersebut.

Tes : dengan menanyakan penghuni untuk membuat hubungan sementara, membuat estimasi waktu atau jarak waktu, mendeskripsikan masa lalu dan masa depan tempat tersebut.

  • Congruence

Definisi : kecocokan antara struktur ruang dan struktur bukan ruang.

Dengan kata lain, apakah bentuk abstrak dari suatu tempat cocok dengan bentuk abstrak dari fungsinya, atau ciri-ciri masyarakat penghuninya?

  • Transparency

Sampai sejauh mana penghuni dapat menangkap operasi dari berbagai fungsi-fungsi teknis, aktivitas, proses-proses sosial dan alami yang terjadi dalam permukiman.

Menonton prosesi upacara Bali. Denpasar. Foto menunjukkan seorang wanita penjaga toko di salah satu jalan protokol denpasa, dengan pakaian jeans dan t-shirt menonton arak-arakan upacara yang lewat di depan tokonya.

Tidak di semua tempat pemandangan seperti di atas dapat kita saksikan. Kegiatan ekonomi dan religius berjalan dengan transparan, dapat dilihat oleh setiap orang.

  • Legibility

Sampai sejauh mana penghuni suatu permukiman dapat berkomunikasi secara akurat satu sama lain menggunakan bentuk-bentuk fisik yang simbolik. Contoh : bendera, halaman rumah, papan pengumuman, kolom, pintu gerbang, dsb. Tanda2 ini memberi informasi pada penghuni lain tentang : kepemilikan, status, afiliasi kelompok, barang dan jasa, tingkah laku yang sebaiknya, fungsi-fungsi tersembunyi, dsb.

Struktur sosial yang didominasi oleh kultur agraris yang homogen menimbulkan keseragaman dalam kebutuhan akan bangunan. Masyarakat Bali secara tradisional sudah terbiasa bergotong royong dalam segala hal termasuk dalam pembuatan bangunan, sehingga hasil perwujudan arsitekturnya pun termasuk homogen. Namun perbedaan tampak tetap ada karena dalam realitas keseharian terjadi pengelompokan masyarakat berdasarkan strata sosial atau jabatan tradisional yang m,ensyaratkan perbedaan dalam tata ruang dan pemakaian elemen arsitektur, agar status sosial pemilik suatu bangunan secara visual dapat dengan mudah dikenal. Misalnya rumah seorang kasta tinggi yang disebut puri atau jero langsung bisa dikenali karena ukurannya yang besar dan ornamennya yang pernik dibandingkan dengan rumah-rumah lain. [1] Dengan demikian masyarakat Bali telah menganut prinsip legibility ini secara tradisional.

2. Secara implisit:

  • Significance

Sampai sejauh mana bentuk permukiman tertentu menyimbolkan nilai-nilai dasar , proses kehidupan, atau siklus alam semesta bagi para penghuninya?

Secara makro, tata ruang yang diterapkan dalam perencanaan arsitektur di Bali saat ini benar-benar mengacu pada kebiasaan penataan ruang daerah urban. Tidak ada lagi ruang makro yang dirancang mengikuti pola lama yang cenderung religius seperti misalnya pola pempatatan agung sebagai main core dari suatu tatanan fisik lengkap dengan fasilitas pura sebagai fasilitas rohani, puri sebagai pusat kendali pemerintahan, dan alun-alun sebagai ruang terbuka untuk aktivitas massal masyarakat. Pola sederhana semacam ini sudah tidak memungkinkan lagi untuk mewadahi kompleksitas sosial ekonomi masyarakat sekarang.

Namun secara mikro, penataan ruang dengan mengikuti pola tradisional masih dipatuhi, terutama oleh mereka yang masih mengusung budaya Bali atau mereka yang memiliki cukup lahan untuk menerapkan pola tata ruang tradisional Bali yang cenderung menuntut lahan besar. Itu pun pada umumnya tidak diikuti secara menyeluruh hanya sebatas menempatkan unit-unit yang dianggap paling penting di dalam suatu compound pada posisinya yang benar menurut aturan tradisional.

Sehingga dapat saya simpulkan bahwa masyarakat Bali pada umumnya masih mementingkan significance dalam bentuk permukimannya. Ini juga berlaku pada masyarakat di kota Denpasar, yang walaupun telah mengalami pergesekan budaya sebenarnya tetap mementingkan aspek ini dalam penataan permukimannya.

  • Unfoldingness

Sense yang bagus, idealnya :

1. Ada batasan sampai sejauh mana individu ingin membatasi pengetahuan orang lain tentang dirinya.

2. Permukiman harus memungkinkan pembukaan (unfoldingness) arti struktur tingkat pertama yang sederhana dan paten, yang memungkinkan berkembangnya tingkat struktur berikutnya seiring dengan semakin bertambahnya pengalaman penghuni.

Aplikasi di bidang politik :

Isu politik akan berkisar antara mana yg lebih penting : kemampuan suatu tempat untuk dapat ditangkap oleh indera manusia (sensibility) dalam hubungannya dengan tujuan lain, dengan siapa yang paling membutuhkannya, serta sampai sejauh mana batas yang harus diberikan. Pluralitas pengguna dalam permukiman besar manapun akan selalu menghasilkan masalah teknis. Maka sensibility lebih mudah dicapai dalam lingkungan permukiman berskala kecil dengan penghuni yang homogen.

Vitalitas (Vitality)

Filed under: good city form — dayutiwi @ 2:36 pm
Tags: , , , ,

Vitalitas (Vitality)

Suatu lingkungan adalah habitat yang baik bila dapat mendukung kesehatan dan fungsi dari individu dan keberlangsungan spesies. Kriteria ini memfokuskan diri kepada lingkungan ruang alamiah yang mempunyai akar karakter universal biologi manusia sehingga mempunyai kesamaan dalam budaya yang berbeda-beda.

Aspek-aspek yang perlu diperhatikan dalam vitality :

  • SustenanceDenpasar adalah ibukota propinsi Bali, yang terletak di bagian selatan dari Pulau Bali. Dataran rendah di bagian selatan lebih lebar bila dibandingkan dengan dataran rendah di bagian utara. Kondisi alam seperti ini sangat berpengaruh terhadap iklim di dataran rendah ini. Umumnya wilayah Bali bagian selatan turun hujan lebih banyak dari bagian utara terutama pada bulan Desember hingga Februari. Pada periode itu angin bertiup dari arah barat dan barat laut, sedangkan pada bulan Agustus angin bertiup dari arah timur dan tenggara. Pada bulan Maret sampaiNovember angin bertiup berubah-ubah arah, dengan rata-rata kecepatan angin berkisar antara 5,5 – 8,5 knot. Sedangkan curah hujan berkisar antara 0,0 – 425,4 mm dengan iklim laut tropis, yang dipengaruhi oleh angin musim. Rata-rata suhu maksimum berkisar antara 29,8 oC – 33,4 oC dan rata-rata suhu minimum berkisar antara 21,9 derajat C – 32,5 derajat C. Temperatur tertinggi terjadi di bulan Nopember dan terendah di bulan Juli dengan rata-rata kelembaban udara antara 73,3 hingga 82,1 persen.Bila ditilik perkembangan keadaan iklim di Provinsi Bali selama tiga tahun terakhir terlihat bahwa rata-rata suhu berkisar antara 27 sampai 28 oC dengan kelembaban udara yang mengalami penurunan dari 83,42 % menjadi 77,15%. Penurunan kelembaban udara ini menunjukkan bahwa curah hujan di Bali mengalami penurunan serta mengindikasikan bahwa musim panas di Provinsi Bali lebih panjang dibanding musin penghujan. Hal ini terlihat dengan curah hujan yang terjadi di Bali, dimana pada tahun 2000 curah hujan mencapai 235,71 mm/th sedangkan pada tahun 2002 curah hujan hanya mencapai 120,55 mm/th.Walaupun terdapat kecenderungan penurunan curah hujan di kota Denpasar, tetapi keadaan ilkim masih nyaman bagi penduduknya untuk tinggal disana. Keadaan kesehatan secara umum dapat dikatakan meningkat, hal ini dapat dilihat dari alokasi sarana kesehatan dan tenaga kesehatan yang cukup merata. Puskesmas pembantu diletakkan dilokasi yang padat penduduknya dan daerah-daerah yang sulit dijangkau. Selain Puskesmas-puskesmas juga terdapat 16 Rumah Sakit terdiri dari 3 buah Rumah Sakit Pemerintah, 12 Rumah Sakit Swasta dan 1 buah Rumah Sakit Angkatan Darat serta telah tersedia Apotik yang berjumlah 18 buah. Tenaga Dokter 211 orang terdiri dari Dokter Umum 121 orang dan sisanya 90 orang Dokter Ahli seperti Bedah, Jantung, Kandungan dan Ahli lainnya.
    Program Keluarga Berencana adalah salah satu upaya yang dilakukan oleh Pemerintah untuk mengatasi masalah kependudukan dan untuk mewujudkan terciptanya Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera.
    Jumlah Penduduk Kota Dati. II Denpasar berdasarkan hasil Sensus Penduduk 1980: 261.263 jiwa, sedang tahun 1990: 388.444 jiwa.
    Angka Kematian telah dapat diturunkan dan hal ini mempunyai dampak terhadap turunnya angka pertumbuhannya rata-rata 4,45 % periode 1980 – 1990 menjadi 3,01 % dalam periode 1990 – 2000. Pada tahun 2001 persentase peserta KB aktif terhadap Pasangan Usia Subur 81 %. Untuk mendukung pelaksanaanya terdapat 44 Klinik Keluarga Berencana, disamping tersedia pula sarana KB lainnya seperti pelayanan KB melalui Dokter/Bidang Swasta (BDS), Rumah Sakit dan lain-lainnya. Keberhasilan KB banyak ditunjang oleh peranan Banjar sebagai wadah kegiatan dalam melakuan pendekatan terhadap masyarakat.
    Disamping itu berbagai kelompok masyarakat secara terorganisir ikut memberikan peranannya seperti Seniman, Organisasi Wanita, Sekehe Teruna Teruni, ZPG dan sebagainya.

    Kesimpulan : melihat dari kedua gambaran di atas, sustenance di kota Denpasar dapat saya katakan cukup baik.

  • KeamananSuatu lingkungan yang baik adalah dimana bahaya (hazard), racun dan penyakit tidak ada atau terkontrol, dan ketakutan akan bahaya-bahaya tersebut rendah. Dengan kata lain, lingkungan harus aman secara fisik.
  • Consonance

Lingkungan keruangan harus harmonis dengan struktur dasar biologis manusia. Jadi harus memenuhi syarat-syarat ergonomis (perencanaan desain yang memperhitungkan faktor kenyamanan manusia). Dalam kasus kota Denpasar, menurut pengamatan saya secara umum perencanaan bangunan masih mengikuti pedoman arsitektur tradisional Bali yang mementingkan pengukuran menurut ukuran badan manusia, hasta kosala-kosali. Dari segi skala tinggi bangunan terhadap lebar jalan, atau D/H, tinggi rata-rata bangunan di Denpasar adalah 1-4 lantai. Bangunan perumahan rata-rata mempunyai tinggi 1-2 lantai, sedangkan kantor-kantor pemerintahan maupun ruko rata-rata mempunyai tinggi 4 lantai. Lebar jalan protokol (Jalan Gajah Mada) kira-kira 20m (2 lajur). Sehingga D/H = 20/16= 1,25. Sedangkan di daerah permukiman lebar jalan kira-kira 8m (2 lajur), sehingga D/H = 8/8=1. D/H antara 1-1,25 mengindikasikan bahwa skala ruang yang ada bersifat ideal bagi skala manusia.

  • Makhluk hidup lain

Bila kriteria ini diterapkan pada makhluk hidup lain, maka aspek yang perlu diperhatikan adalah seberapa baik lingkungan dapat mendukung kesehatan dan penyebaran spesies yang berguna bagi manusia. Dengan adanya urbanisasi yang cukup pesat, menurut pengamatan penulis kota Denpasar saat ini kurang mendukung sebagai tempat budidaya peternakan maupun pertanian, terbukti dengan banyaknya lahan-lahan pertanian dalam kota yang akhirnya tergusur oleh pembangunan.

  • Stabilitas

Baik pada masa sekarang maupun masa depan komuniti ekologi. Sebuah seminar internasional tentang Ekologi Manusia dan Pembangunan Berkelanjutan Bali yang diselenggarakan Bali-HESG (Kelompok Studi Ekologi Manusia) pada tahun 1990 mengidentifikasi enam permasalahan pokok yang dapat mengancam kesinambungan hidup pulau ini. Keenam permasalahan tersebut dikelompokkan menjadi tiga hal yaitu : lingkungan-meningkatnya persaingan sumber daya alam terutama air dan lahan, dan meningkatnya kerusakan lingkungan; sosial-distribusi pendapatan ekonomi yang tidak merata dan dislokasi budaya atau tekanan terhadap budaya, tatanan sosial dan nilai-nilai tradisi masyarakat Bali; dan manajerial-sistem pengelolaan yang lemah dan terbatasnya dana untuk pembangunan. Sehingga, perlu diwaspadai kemampuan stabilitas pendukung lingkungan di Kota ini pada masa depan.

Denpasar, Kota Ideal?

Tulisan ini mencoba menjelaskan tentang teori Kevin Lynch mengenai kota yang baik dilihat dari segi fisiknya. Menurut Lynch ada 5 kriteria yang perlu diperhatikan dalam mengukur performance suatu kota : Vitalitas (Vitality), Kepekaan (Sense), Kelayakan (Fit), Akses (Access), dan Pemeriksaan (Control). Dalam mengukur kelima kriteria ini, harus dimasukkan meta kriteria, yaitu efficiency dan justice.

Dalam penyusunan tulisan ini penulis akan menyajikan data-data umum kota Denpasar terlebih dahulu, sebelum memasuki pembahasan mengenai teori Kevin Lynch.

Data-data Umum Kota Denpasar

  • Penduduk (diambil dari http://www.denpasar .go.id)
    Menurut Registrasi jumlah Penduduk sampai akhir Tahun 2002: 561.814. Berdasarkam Sensus Penduduk 1990 tingkat pertumbuhan penduduk rata-rata 4,05 %, sedangkan sensus penduduk 2000 menunjukkan pertumbuhan dengan rata-rata sebesar : 3,01 %, hal ini disebabkan karena program keluarga berencana yang ada di Kota Denpasar dapat dilaksnakan dengan baik.Tingginya tingkat pertumbuhan penduduk ini disebabkan oleh faktor migrasi yang sangat dominan, dengan alasan pokok untuk mencari pekerjaan.
    Secara regional penyebab banyaknya penduduk yang masuk ke daerah Kota Denpasar karena Denpasar merupakan kota Propinsi, dimana hampir semua kegiatan ekonominya maupun pendidikan terfokus di daerah ini. Selama tahun 2002 bertambahnya penduduk sebesar : 25.173 orang dari 536.641 orang pada tahun 2001 menjadi 561.814 orang pada tahun 2002.
    Pertumbuhan penduduk tersebut hanya sebagian kecil saja disebabkan oleh pertumbuhan alami tetapi lebih banyak karena mutasi penduduk baik dari Kabupaten di Bali maupun dari luar Bali.
    Hal ini menyebabkan kepadatan penduduk yang makin meningkat, yang dapat dirinci sebagai berikut:

Kecamatan

Jumlah Penduduk (Jiwa)

Jumlah Rumah Tangga

Sex Ratio

Kepadatan (Jiwa/km2)

1. Denpasar Selatan

161.111

49.356

104

3.223

2. Denpasar Timur

149.042

39.178

103

5.375

3. Denpasar Barat

251.661

71.914

103

5.027

Kota Denpasar

561.814

160.448

103

4.3

  • Ketenagakerjaan
    Gambaran ketenagakerjaan di Kota Denpasar dapat ditunjukkan oleh tingkat partisipasi, komposisi dan persebaran angkatan kerja. Aspek Ketegakerjaan yang disajikan meliputi komposisi angkatan kerja, lapangan pekerjaan, jenis pekerjaan, status pekerjaan dan jumlah jam kerja.
    Penduduk Usia Kerja diklarifikasikan dari umur 10 tahun keatas, yaitu mereka secara potensial dapat memproduksikan barang dan jasa. Angkatan kerja seluruhnya yang terserap 282.955 oranf. Sedangkan yang masih berstatus sebagai pengangguran 8.641 orang. Tingkat partisipasi angkatan kerja penduduk Kota Denpasar mencapai angka 72,90 % dengan kata lain masih terdapat 2,96 % penduduk usia kerja yang berstatus sebagai pengangguran. Penyebaran tenaga kerja tersebut terdiri dari sektor pertanian 11.129 orang, Industri Pengolahan 14.350 orang , perdagangan 63.010 orang. Angkutan 7.355 orang, Jasa-jasa 134.272 orang dan lain-lain 52.839 orang.
  • ยท Pendidikan

    Untuk Bidang pendidikan telah terjadi beberapa perkembangan yang cukup menarik untuk dicermati karena beberapa penurunan banyaknya sekolah dasar dan beberapa perkembangan lainnya . Sampai akhir tahun ini telah terdapat 115 buah sekolah TK dengan 512 guru dan 11.660 murid, terdapat 216 Sekolah Dasar, 2.084 guru dan 64.115 murid, 43 SLTP swasta atau negeri, 1.657 Guru, 23.718 murid, 45 buah SMTA Negeri atau swasta dengan 2.318 Guru dan menampung 28.965 murid. Untuk tingkat Pendidikan Tinggi yang meliputi Universitas, Sekolah Tinggi, Institut serta Akademi terdapat sebanyak 26 buah baik berstatus negeri maupun swasta dengan jumlah Dosen 4660 orang dan Mahasiswa sebanyak 33.549 orang.

Create a free website or blog at WordPress.com.